Rupiah Melemah, Uang Panai Menguat

Irzandi Ali
5 min readOct 16, 2020

--

Uang logam (tirto)

Belum ada penurunan signifikan nilai tukar rupiah terhadap dolar sepanjang tahun 2018. Pada awal tahun ini di bulan Januari nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai Rp13.290, angka demikian sebenarnya pernah terjadi pada tahun 2015 yang bahkan berada di angka Rp14.000. Namun rilisan terbaru Bank Indonesia menyebut kini nilai tukar rupiah berada pada angka Rp14.626 per dolar AS.

Diketahui pada penutupan perdagangan kemarin per tanggal 29 Agustus 2018, rupiah melemah ke posisi Rp14.626 per dolar AS, angka ini merangkak secara perlahan mendekati angka Rp15.000 walau sebenarnya, nilai terlemah rupiah terjadi pada tahun 2015 dengan nilai tukar Rp14.728 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah yang terus merangkak mengundang sejumlah pemantik dan berbagai respon di tengah upaya pemerintah untuk terus menjaga stabilitas harga. Gerak gerik dolar sepanjang tahun ini memang sulit dibendung.

Lalu bagaiman dengan dampak dari terus merangkaknya nilai tukar dolar sehingga rupiah melemah?

Dolar yang menguat hingga ke level yang mendekati angka Rp15.000 tentunya memberikan dampak negatif dari pelaku usaha terutama yang berorientasi pada impor. Dengan dolar yang menguat tentu ongkos atau biaya untuk impor pasti ikut meningkat. Berbagai pelaku usaha yang terkena dampak menguatnya nilai dolar adalah distributor minuman, makan hingga barang-barang impor lainnya.

Meski ada yang buntung dikarenakan melemahnya rupiah, ada pula yang untung dari dolar yang kian menguat. Yakni pelaku usaha ekspor tidak sedikit dari berbagai sektor usaha ini merasa untung dikarenakan hal tersebut.

Tidak sampai di situ, dampak dari melemahnya rupiah tidak hanya dirasakan oleh kalangan pengusahan baik mereka yang mengekspor maupun berimpor. Rupiah yang terdepresiasi juga berdampak pada belanja APBN. Misalnya di tahun 2018 ini, asumsi nilai tukar rupiah dipatok Rp13.400 per dolar. Dengan kata lain, saat ini sudah meleset sekitar Rp1.226 atau lebih dari 10%.

Melesatnya nilai tukar rupiah tersebut membuat sejumlah pengeluaran APBN kian membesar. Dan mesti diingat kenaikan nilai tukar dolar akan berdampak pada ekonomi nasional. Tidak menutup kemungkinan harga-harga barang akan melonjak naik. Seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Minyak Mentah yang mayoritas adalah masih impor.

Yang begitulah kira-kira berbagai dampak yang terjadi jika rupiah kian melemah, memang agak sulit memahami berbagai istilah dalam ekonomi, terkadang agak njilimet gitu.

Kemudian muncul dibenak saya jika persoalan seperti ini ditarik ke hal-hal yang lebih individualis, seperti ongkos nikah misalnya.

Saya sempat membaca status teman saya di WhatsApp, statusnya seperti ini: Dollar AS tembus 14.658, uang panaik tembus berapa yah??? Lalu di akhiri dengan emoticon smile dan bendera Indonesia.

Maka saya tergugah untuk membahasnya lebih lanjut. Persoalan negara, dan jutaan umat manusia di tarik ke persoalan individu tentu akan rumit lalu dihubungkan dengan nilai uang panai (uang mahar).

Kalau dipikir-pikir memang ada persinggungan antara nilai tukar rupiah dengan besarnya uang panai yang disodorkan kaum pria pada wanita yang akan dipersuntingnya, tradisi adat suku Bugis-Makassar. Seiring melemahnya nila tukar rupiah yang kian ditekan dolar hampir mempengaruhi total tingginya jumlah uang panai, tapi di sini malah sebaliknya, nilai dolar yang meninggi juga dibarengi uang panai yang kian menguat. Bukan kah seharusnya ada kompromi, rupiah melemah otomatis ada sedikit regulasi pada uang panai karena kondisi ekonomi lesu. Bukan justru sebaliknya.

Ingat. Kita tidak menjadikan dolar sebagai uang panai, kita memakai mata uang kita sendiri, rupiah.

Sepertinya, menguatnya dolar sebagai mata uang asing dibarengi dengan uang panai ikut menguat, agak neoliberalisme, jauh dari kata ekonomi kerakyatan.

Tapi tunggu dulu, itu kan mau-maunya saya.

Kalian pasti pernah mendengar motivasi, guyonan, ceramah atau apalah namanya itu, bahwa sebenarnya standar uang panai yang tinggi adalah dorongan agar kaum pria lebih kerja keras agar capai target, dengan meminang perempuan, ya katakanlah uang panai nya tinggi. Lalu ada pula dengan dalih kulturisme bahwa “perempuan bugis” memang syantik jadi adalah keharusan diberi mahar berupa uang panai yang tinggi pula.

Urusan dolar menguat, rupiah melemah, ekonomi kian lesu dan fluktuasi terjadi di berbagai sektor itu urusan negara. Uang panai tetap panai(k). Tangggalkan dulu bahwa pernikahan itu untuk menuju rumah tangga sakinah, mawaddah, warohmah.

Atau anda pernah melihat gambar meme di media sosial daftar harga panai dengan menjadikan standar jenjang pendidikan dan beauty adalah standarnya, kira-kira maharnya seperti ini. Untuk mereka yang jenjang pendidikannya sampai SMA maka layak diganjar uang panai sebanyak Rp30.000.000, disusul D3 Rp40.000.000, hingga mereka yang telah menyelesaikan pendidikan S1 plus cantik, uang panai menembus Rp.100.000.000, belum lagi mereka yang tidak hanya berpendidikan tinggi dan juga cantik tapi juga dibarengi status haji, tentu uang panai akan jauh merangkak.

List terbaru uang panai (kaskus)

Tapi persolan seperti ini sebenarnya umum ditemui, uang mahar yang tinggi terjadi di mana-mana dan tempat manapun, bukan hanya di tanah Bugis-Makkassar. Sebab mempersiapkan acara pernikahan yang mewah, mengundang tamu undangan serta memberikan hiburan terbaik, itu tidak murah.

Jadi Anda jangan heran jika terjadi pernikahan yang membuat kalian para pria (termasuk penulis sendiri) dibikin melongoh dengan tingginya uang mahar, ditambah mobil atau bahkan plus rumah dan kilogram emas permata sebagai mahar namun usia kedua mempelai antara Pria dan Wanita terpaut cukup jauh.

Sebab guyonan bahwa “yang tampan akan kalah dengan yang mapan” memang ada benarnya.

Berbagai upaya terus dilakukan agar nilai rupiah tidak terus merosot dengan menghitung ulang beban subsidi dalam APBN 2018, selain mengupayakan agar sektor pajak dan non-pajak utamanya sektor migas. Jika ada upaya agar hal ini terus berlanjut, apa ada pula upaya yang bisa dilakukan untuk menghemat biaya pernikahan.

Baru-baru ini salah seorang teman saya melangsungkan pernikahannya, dia berbicara banyak hal tentang pernikahannya yang katanya serba hemat, entah ia pernah membaca artikel di laman tirto.id “Menggelar Pesta Pernikahan nan Hemat” atau tidak. Yang jelas pernikahannya hanya berlangsung pada satu tempat yang mereka sepekati bersama pasangannya, dan menekan pos-pos anggaran yang dirasa kurang penting. Ia berkata : “Bukannya irit apalagi pelit, tapi ini lebih pada penghematan untuk persiapan besar di masa mendatang”, ujarnya.

Agak rumit memang untuk menjelaskan, sebab urusan yang satu ini bukan semau-maunya kita.

*( Tayang pertama kali di bonekrasi.com

--

--