Mereka Butuh Didengarkan

Irzandi Ali
4 min readOct 10, 2020

--

Hire the Youth
hiretheyouth.org

Chester Bennington vokalis Linkin Park diberitakan media telah “meninggal bunuh diri”. Hal yang menjadi banyak pembicaraan lalu didukung dengan masifnya media dalam memberitakan atas meninggalnya vokalis salah satu band yang amat terkenal itu.

Pada saat bersamaan muncul berbagai asumsi bahwa kekayaan dan ketenaran bukanlah jaminan yang mampu menggaransi kenyamanan hidup seseorang, meninggalnya Chester dan banyak sederet nama-nama besar di dunia hiburan menjadi reprsentasi kalau bukan hanya faktor ekonomi yang menguatkan alasan dan mengusik benak seseorang untuk segera mengakhiri hidupnya.

Depresi merupakan salah satu faktor terbesar untuk perilaku bunuh diri. Depresi bagaikan kegelapan yang menyelimuti hati individu.

Sementara itu, kita juga menyaksikan bagaimana sosial media juga menjadi medium tersendiri untuk melakukan perilaku tersebut, bahkan ada yang berani merekam dan menyiarkannya secara langsung atas bentuk kecewa mereka terhadap masalah yang tidak bisa terselesaikan, karena tidak ada yang ingin mendengarkan curahan hati mereka.

Salah satu tantangan terbesar pertama untuk mencegah hal tersebut adalah belajar untuk mendengarkan mereka, terkadang kita disibukkan dengan pemikiran sendiri, sibuk menyalahkan, menghakimi dan tak ayal stigmatisasi menimpa mereka, disertai nyinyir pula.

Sepanjang tahun 2017, kita semua telah dikejutkan banyak pemberitaan kematian bunuh diri yang terus menerus terjadi. Pertanda krisis kesehatan jiwa. Pada tahun 2012 Word Health Organisation (WHO) mengeluarakn laporan, perihal angka kematian bunuh diri di Indonesia yang mencapai 9.105 nyawa. Sementara tahun 2017 WHO merilis publikasi terbaru yang menyatakan setidaknya 4% dari remaja berumur 14–17 tahun telah mencoba bunuh diri minimal satu kali dalam satu tahun terakhir.

Tentu menjadi kekhawatiran bersama apalagi Indonesia yang diproyeksikan akan mendapat bonus demografi pada tahun 2020 akan jadi kerugian besar jika masalah depresi terus menghantui generasi muda Indonesia dalam menyambut momentum tersebut. Jika kita semua tidak mencegah lebih lanjut potensi bahaya dari depresi dan bunuh diri.

Luangkan Satu Menit, Mengubah Satu Kehidupan

Kampanye untuk menekan angka kematian karena bunuh diri terus digalangkan. Tanggal 10 Septemeber ditetapkan sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Luangkan Satu Menit, Mengubah Satu Kehidupan adalah tema yang digunakan dalam sosialisasi yang dilaksanakan.

Media sosial seperti facebook begitu banya digemari, begitu banyak status yang banyak bertebaran di wall facebook seharusnya bisa menjadi lampu hijau bagi mereka yang jiwanya kesepian. Teman media sosial tidak hanya sebatas kampanye selfie, travelling, shopping dan pergi ke tempat penuh hiburan, melainkan juga harus sedikit peduli dengan mereka, mengajak berdiskusi, bertukar pikiran dan menasihati bahkan melaporkan jika status yang dipasang dapat membahayakan diri mereka.

Pada layanan facebook sendiri kini tersedia fitur canggih. Alat itu memungkinkan setiap orang memberi tanda bendera pada postingan dari teman-teman yang dianggap beresiko untuk menyakiti diri dan bunuh diri. Bahkan ketika Anda mengetik “Suicide” di Google, maka urutan yang pertama yang muncul bukanlah penjelasan apa itu bunuh diri melainkan sebuah kotak layanan National Suicide Prevention Lifeline (semacam lembaga pencegah bunuh diri), lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi juga layanan konseling yang bisa digunakan siapa pun itu yang sudah sangat depresi dan berniat ingin bunuh diri.

Pemerintah juga meluncurkan Layanan Konseling atasi bunuh diri yang disebut layanan ASA yang menyediakan jasa layanan konseling bagi mereka yang depresi. Namun penelpon fluktuatif sejak layanan ini diluncurkan sementara angka bunuh diri terus meningkat bahkan ada yang berani menyiarkannya secara langsung. Yang menimbulkan tanda tanya, apakah kita yang kurang peka? atau pemerintah yang tidak masif dalam memperkenalkan dan menggalangkan langkah tersebut.

Namun melihat korban bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini di Bone bisa menjadi motivasi pemerintah untuk membuka konseling khusus bagi mereka yang ada di Bone yang tengah dilandah depresi.

Rekomendasi Pelaporan Berita

Sulit membedakan mana media yang mengejar page view sembari mencerahkan dan yang memang sekadar mengejar page view semata. Hingga saat ini banyak awak media belum sesuai kaidah dalam menyampain berita bunuh diri serta bagaimana menyebarkannya dengan efektif. Padahal aspek keamanan dari pemberitaan bunuh diri menjadi sangat penting mengingat potensi viral di sosial media.

Pemberitaan yang sering kita temukan khususnya media di Bone kemarin tentang bunuh diri, dinaikkan dengan judul sensasional yang diberi sedikit tone menonjol pada judul berita, seperti kata: tragis. Ada pula yang menjabarkan isi dari surat/pesan bunuh diri.

Berita pula diperlakukan serupa berita kriminal, yang mestinya dilaporkan sebagai masalah kesehatan masyarakat. Wawancara langsung ke ahli/professional yang secara spesifik memilki pengetahuan atau pengalaman khusus dalam kajian bunuh diri/suicidologi amat diperlukan tidak hanya mengutip mewawancarai sanksi atau polisi mengenai sebab tunggal bunuh diri.

Sedangkan media-media beberapa negara di Eropa dan Australia sudah tidak memuat berita-berita tentang bunuh diri, khawatir tindakan itu akan ditiru orang lain yang sedang dalam masalah kejiwaan atau depresi.

Media massa sangat diperlukan perannya dalam mencegah bunuh diri agar tidak meluas sebab bunuh diri disebabkan oleh berbagai faktor psikologis dan sampai pada permasalahan sosial yang kompleks tanpa mendramatisir kasusnya.

--

--